Chandra Egy Setiawan-270110090031

PETROLOGI BATUBARA
Pengetahuan tentang petrologi batubara dirintis oleh wiliam hutton (1883). Analisis petrologi yang di lakukan dengan menggunakan sayatan tipis awalnya untuk mengidenfikasi jenis tumbuhan pembentukan batubara.
Studi tentang petrologi batubara di perkaya dengan penemuan stopes (1919) dan thiessen (1920). Stopes mempergunakan microskop untuk mendukung hasil pemerian. Stopes dan Thiesen sama –sama menggunakan teknik sayatan tipis, tetapi Stopes pada akhirnya menggunakan sinar pantul .
Pada tahun 1930 diperkenalkan suatu teknik baru yang menjadi bagian dari ilmu pertologi batubara yaitu pengukuran refleksi maceral dan kegunaannya adalah sebagai parameter derajat batubara. Pada tahun 1935, Stopes memperkenalkan konsep maceral yang dapat di artikan sebagai komponen terkecil dari batubara (mineral pada batuan), konsep maceral ini yang tetap dipakai sampai saat ini , pada waktu itu para ahli mencoba mencari hubungan antara komposisi petrologi dengan sifat-sifat keteknikan dari batubara. Seperti di ketahui bahwa batubara yang kaya akan kelompok maceral vitrinit dan exsinit mempunyai perbedaan nyata di dalam sifat pencairan , penggasan dan pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara yang kaya akan inertinit.
Studi tentang batubara mengalami pengembangan pesat, sementara sejak tahun 1960-an antara lain di teliti lebih lanjut tentang :
1.      Petrologi gambut, untuk mengetahui jenis tumbuhan pembentuk
2.      Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi proses pembatubaraan
3.      Hubungan antara petrologi batubara dengan sedimentasi
4.      Tingkat oksidasi
5.      Teknologi batubara seperti pengkokasan, pencairan penggosongan dan pembakaran

Dengan perkembangannya petrologi batubara, suatu teknik baru di perkenalkan yaitu : penggunaan sinar ultra violet dan mikroskop automatik sinar ultraviolet umumnya di pergunakan pada kelompok lignit yang kaya hydrogen.

1.      KOMPOSISI PETROLOGI BATUBARA
Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan bukan organik pembentuk batubara. Untuk memepelajari petrologi batubara umumnya di tinjau dalam 2 aspek yaitu jenis dan drajat batubara . dan perkembangannya di pengaruhi oleh proses kimia dan biokimia selama proses penggambutan. Dengan demikian jelas bahwa batubara itu bukan suatu benda homogen, melain terdiri dari beberapa macam komponen dasar, di dalam batubara komponen ini dinamakan maceral sedang maceral dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu vitrinit, eksinit, dan inertinit, maceral pembentuk batubara umumnya berasosiasi satu nama lain dengan perbandingan berbeda-beda asosiasi ini di kenal sebagai litotipe dan mikrolitotipe litotipe merupakan pita-pita tipis dalam batubara yang terlihat secara megaskopis.

Mikrolitotipe seperti didefinisikan oleh The International Commitee for Coal Petrologi (ICCP, 1963) adalah suatu asosiasi maseral dengan ketebalan minimum 50 mikro meter. Ketiga kelompok utama mikrolitotipe ditandai dengan 1 maseral, 2 maseral, dan 3 maseral tergantung apakah asosiasi maseral itu terdiri dari 1, 2, dan 3 kelompok maseral.
Analisa mikrolitotipe dapat memberikan gambaran mengenai tekstur batubara. Jika ada dua batubara yang mempunyai kandungan vitrinit hampir sama, tetapi yang satu (I) kandungan vitrinitnya lebih tinggi dari yang lain (II), maka dapat disimpulkan bahwa vitrinit yang terbentuk pada batubara I merupakan pita-pita tebal. Data ini sangat dibutuhkan dalam perencanaan preparasi batubara tersebut. Ukuran intertinit yang diperoleh sangat bermanfaat di dalam proses pengkokasan.
Selain ketiga kelompok maseral tersebut di atas, batubara juga mengandung zat bukan organik yang disebut mineral matter. Minerall matter (berhubungan langsung dengan abu batubara) umumnya terbentuk sebagai material-material halus menyebar pada batubara atau terkumpul membentuk lapisan-lapisan tipis (clay bands).

Gambar; Cekungan pengendapan batubara di Indonesia
Derajat Batubara
Derajat batubara adalah posisi batubara pada seri kualifikasi mulai dari gambut sampai antrasit. Perkembangannya sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan waktu (Lopatin, 1971; Bostick, 1973). Banyak parameter yang telah dipergunakan untuk penentuan derajat batubara (cook, 1982), salah satu diantaranya adalah refleksi vitrinit. Cara ini belum dikenal di Indonesia, tetapi telah berkembang pesat di Amerika, JErman, Australia dan lain-lain, terutama perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di dalam eksplorasi minyak dan gas. Semua jenis mineral bisa diukur refleksinya, tetapi kelompok vitrinit adalah yang umum dipilih. Kelompok ini cenderung terbentuk sebagai pecahan-pecahan kasar dan homogen, merupakan kelompok maseral utama pada kebanyakan batubara dan menunjukkan korelasi yang bagus dengan parameter lain yang dipakai sebagai indikasi derajat batubara. Dengan cara refleksi vbitrinit ini, pengukuran dapat dilakukan dengan singkat dan pasti.

Kesimpulan
Dari uraian di atas jelaslah sudah bahwa petrologi batubara telah dimulai dari tahun 1883-an dan perkembangannya sangat pesat dari tahun 1920-an sampai saat ini. KArena batubara bukan merupakan suatu benda yang homogen, maka pendekatannya harus ditinjau dari 2 hal, yaitu jenis dan derajatnya.
Maseral, litotipe dan mikrolitotipe adalah istilah-istilah yang diperkenalkan untuk mempelajari jenis batubara, sedangkan refleksi vitrinit sebagai parameter untuk derajat batubaranya.
Dari data sifat-sifat fisik, kimia, jenis dan derajat batubaranya dapat ditentukan jenis-jenis pemanfaatannya.

PENGARANG: Bukin Daulay
Dikuti dari "Penerbitan Teknik No. 03"